Kompetensi Dan Kompetensi Kewirausahaan
1.
Konsep Kompetensi
Berbicara
tentang kompetensi, maka keberadaan sumber daya manusia memainkan peran penting
dan esensial, karena di satu sisi merupakan human
capital dan active agent bagi
pengembangan suatu organisasi, dan di sisi lain merupakan faktor penentu
kapabilitas yang merupakan sekumpulan keahlian dan keterampilan dalam
mengkoordinasikan dan mengintegrasikan serangkaian sumber daya yang dimiliki
organisasi sehingga dapat menghasilkan serangkaian kompetensi yang akan
membentuk kompetensi inti.
Kompetensi
sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan baru dan
jenis-jenis pekerjaan di dalam organisasi. Kompetensi dapat diperoleh dengan pemahaman ciri-ciri yang kita cari
dari orang-orang yang bekerja dalam organisasi-organisasi tersebut. Konsep
dasar standar kompetensi seperti diungkapkan
dalam LPPKM-ITB, 2005, dapat ditinjau dari estimologi, standar kompetensi terbuka atas dua kosa kata
yaitu standar dan kompetensi. Standar diartikan sebagai ukuran atau patokan yang
disepakati, sedangkan kompetensi diartikan sebagai kemampuan melaksanakan
tugas-tugas ditempat kerja yang mencakup menerapkan keterampilan (skills) yang didukung dengan pengetahuan
(knowledge) dan kemampuan (ability) sesuai dengan kondisi yang
dipersyaratkan. Dengan demikian standar kompetensi dapat diasumsikan sebagai
rumusan tentang kemampuan dan keahlian apa yang harus dimiliki oleh tenaga
kerja (SDM) dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan.
Menurut
Cut Zurnali, 2010, Perdebatan secara intensif tentang kompetensi telah disusun
oleh Prahalad dan Hamel (1990), dalam publikasi yang berjudul ”The Core Competence of The Corporation”.
Hal senada Fleury (2002), menambahkan, topik kompetensi telah didiskusikan
oleh para ahli psikologi dan
administrasi Amerika Serikat melalui publikasi yang berjudul ”competency testing over intelligence”.
Selanjutnya Cut
Zurnali (2010), menegaskan bahwa para kelompok ahli di Ingris seperti Strebler
et.al (1997) menyatakan dua perbedaan arti kompetensi, pertama kompetensi
diekspresikan sebagai perilaku-perilaku dimana seorang individu perlu
mewujudkannya, kedua, kompetensi diekspresikan sebagai standar minimum dari
kinerja. Atas dasar pandangan ini istilah competency
bisa digunakan untuk menunjukkan arti pengekspresian atau pengungkapan sebagai
perilaku. Sedangkan istilah competences
digunakan untuk menunjukkan ekspresi standar. Organisasi-organisasi sektor
swasta (the private sector), cendrung
menggunakan competency model,
sedangkan organisasi yang bergerak di sektor publik (the public sector) cendrung menggunakan competence model.
Berdasarkan
uraian di atas dapat dikatakan bahwa, setiap organisasi baik privat atau publik, perlu membangun sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki
secara profesional dan memiliki kompetensi yang tinggi. Sumber daya manusia
yang berkompetensi tinggi akan menjadi pusat keunggulan organisasi, sekaligus
sebagai pendukung daya saing dalam memasuki era globalisasi, dan menghadapi lingkungan usaha, serta
kondisi sosial masyarakat yang mengalami perubahan begitu cepat.
Untuk
memberikan gambaran secara komprehensip tentang kompetensi, maka dalam kajian
ini akan disajikan definisi kompetensi dari pandangan beberapa para ahli
seperti; Boyatzis (1982) konseptor kompetensi dan implementasinya yang dikutip
Lyle Spencer dan Signe Spencer (1993;9), yang memandang kompetensi sebagai An underlying characteristic’s of an
individual which is causally related to criterion referenced effective and or
superior performance in a job or situantion. Artinya; karakteristik mendasar individu yang secara
kausal berhubungan dengan efektivitas atau kinerja yang sangat baik pada suatu
pekerjaan atau dalam berbagai situasi. Lebih lanjut dijelaskan, underlying characteristic’s memberi
makna bahwa, kompetensi adalah bagian dari kepribadian yang mendalam dan
melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai
keadaan dan tugas pekerjaan. causally
related bermakna merupakan sesuatu yang menyebabkan atau memprediksi
perikalu dan kinerja. Sedangkan criterion
referenced, memberi makna bahwa kompetensi dapat memprediksi secara aktual
siapa yang berkinerja dengan baik atau kurang baik, diukur dengan kriteria
standar yang digunakan. Kompetensi seseorang dalam hal ini, akan
mengindikasikan kemampuan berperilaku seseorang dalam berbagai situasi yang
cukup konsisten dalam suatu periode waktu yang cukup panjang, dan bukan sesuatu
hal kebetulan semata. Jadi kompetensi memiliki persyaratan yang dapat menduga,
dimana secara empiris terbukti merupakan penyebab dari suatu keberhasilan.
Menurut Kravetz 2004, dalam artikel Ahmad Syafei (2007), kompetensi adalah
sesuatu yang seseorang tunjukkan dalam kinerja setiap hari. Fokusnya adalah
pada perilaku di tempat kerja, bukan sifat-sifat kepribadian atau keterampilan
dasar yang ada di luar tempat kerja ataupun di dalam tempat kerja. Dalam hal
ini kompetensi mencakup melakukan sesuatu, tidak hanya pengetahuan yang pasif.
Seorang karyawan mungkin pandai, tetapi jika mereka tidak menterjemahkan
kepandaian tersebut ke dalam perilaku di tempat kerja yang efektif, maka
kepandain tidak akan berguna. Sedangkan
Laksmono (2004), dalam penelitian M. Ali Fitran (2012;18), menjelaskan
kompetensi sebagai karakteristik yang mendasari seseorang untuk berkinerja
tinggi dalam pekerjaannya. Karakteristik itu muncul dalam bentuk pengetahuan
(knowledge), keterampilan (skill), dan kemampuan (abbilities) lain atau
kepribadian (personality). Selama ini karakteristik yang sering diunggulkan
hanya pengetahuan dan keterampilan saja, padahal sebenarnya faktor
perilaku (kemampuan lain termasuk
nilai-nilai), atau kepribadian seseorang juga dapat menentukan keberhasilan di
pekerjaan.
Lain halnya dengan
Yodia Antariksa (2007), melihat kompetensi secara general, yaitu kompetensi dapat dipahami sebagai sebuah kombinasi
antara keterampilan (skill), atribut
personal, dan pengetahuan (knowledge),
yang tercermin melalui perilaku kinerja (job
behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi. Kemudian UU No.
13/2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 1 (10), menyatakan ”kompetensi adalah
kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan
dan sikap kerja yang sesuai dngan standar yang ditetapkan”. Saifuddin Bachrun
(2011;18) mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik dasar seperti;
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku (know-how,
skill, dan attitude), yang harus dimiliki oleh seseorang dan tim untuk
menyelesaikan tugas pekerjaan agar diperoleh hasil terbaik. Selanjutnya Cut Zurnali (2010) telah merangkum beberapa definisi
kompetensi dari para pakar antara lain :
1.
Richard
E. Boyatzis (2008), mengemukakan kompetensi merupakan karakteristik dasar
seseorang yang menuntun atau menyebabkan keefektifan dan kinerja yang menonjol.
2.
Glossary
Our Workforce Matters (Sinnott, et.al;2002), kompetensi adalah karakteristik
dari karyawan yang mengkontribusikan kinerja pekerjaan yang berhasil dan
pencapaian hasil organisasi. Hal ini mencakup pengetahuan, keahlian dan
kemampuan ditambah karakteristik lain, seperti ; nilai, motivasi, inisiatif dan
kontrol diri.
3.
Le
Boterf, dalam Denise, et.al (2007), kompetensi merupakan sesuatu yang abstrak,
dimana hal ini tidak menunjukkan adanya material dan ketergantungan pada
kegiatan kecakapan individu. Jadi kompetensi bukan keadaan, tapi lebih pada hasil
kegiatan dari pengkombinasian sumber daya personal (pengetahuan, kemampuan,
kualitas pengalaman, kapasitas kognitif, sumber daya emosional, dan lainnya),
dan sumber daya lingkungan (teknologi, database, buku, jaringan hubungan dan
lainnya).
4.
Sinnott,
et.al (2002), kompetensi adalah alat pengkritisi dalam tugas kerja dan
pergantian perencanaan. Di tingkat minimum, kompetensi berarti ; a) mengenali
kapabilitas, sikap dan atribut yang dibutuhkan untuk memenuhi staf saat ini dan
dimasa depan, sebagai prioritas organisasi dan pertukaran strategis, dan b)
memfokuskan pada usaha pengembangan karyawan untuk menghilangkan kesenjangan
antara kapabilitas yang dibutuhkan dengan yang tersedia.
Dari beberapa
definisi kompetensi seperti di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi
adalah suatu sifat dasar yang dimiliki atau merupakan bagian dari kepribadian
yang mendalam dan melekat pada diri seseorang, serta perilaku yang dapat
diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan, sebagai dorongan untuk
prestasi unggul dan keinginan berusaha agar dapat melaksanakan tugas secara
efektif.
2.1.2.2. Kategori Kompetensi
Marsal dalam
Boulter, Dalziel dan Jackie (2003;41), mengelompokkan kompetensi menjadi 2
(dua) kategori utama yaitu “threshold
competencies” (kompetensi-kompetensi ambang batas), dan “differentiating compentencies”
(kompetensi-kompetensi pembeda). Dijelaskan bahwa ;
1)
Threshold competencies adalah karakteristik utama yang harus dimiliki oleh
seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan efektif, tetapi tidak
untuk membedakan seorang yang berkinerja tinggi dan rata-rata. Kompetensi ini
wajib dimiliki oleh individu dalam suatu pekerjaan tertentu, karena persyaratan
mutlak yang harus dimiliki untuk melakukan pekerjaan itu. Pengetahuan,
keterampilan serta keahlian tersebut merupakan sarana utama dalam melakukan
aktifitas pekerjaan, serta menjadi persyaratan penting bagi seseorang agar
dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Misalnya pengetahuan tentang produk
atau keterampilan komputasional dalam diri seorang sales asuransi.
2)
Differentiating competiencies” adalah karakteristik yang dimiliki oleh individu yang
berkinerja tinggi, tetapi tidak ada pada individu yang berkinerja rata-rata.
Kompetensi pembeda ini merupakan karakteristik yang dimiliki oleh individu karena sudah menjadi sifat
pembawaan atau kepribadian yang sudah dimiliki dalam diri seseorang. Apabila
tuntutan pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan sifat atau kepribadian orang
tersebut, maka akan memberikan hasil pekerjaan menjadi lebih baik dibandingkan
dengan orang lain yang tidak memiliki sifat atau kepribadian tersebut. Sebagai
contoh, seorang yang memiliki sifat pandai berbicara dan senang bergaul, akan
berhasil apabila diberikan pekerjaan sebagai sales atau publik relations.
Karakter orang yang pandai bicara dinilai cocok dengan pekerjaan tersebut untuk
membujuk pembeli supaya tertarik pada produk yang ditawarkan, sehingga timbul
keinginannya untuk membeli.
Ketidaksamaan dalam
kompetensi inilah yang membedakan seseorang pelaku unggul dari perilaku yang
berprestasi rata-rata. Untuk mencapai kinerja sekedar cukup atau rata-rata,
diperlukan kompetensi batas (threshold
competemcies) atau kompetemsi essensial. Komptensi batas atau kompetensi
istimewa untuk suatu pekerjaan tertentu merupakan pola atau pedoman dalam
pemilihan karyawan (personel selection),
Perencanaan pengalihan tugas (succestion
planing), peniliaian kinerja (performance
appaisal), dan pengembangan (development).
Yodhia Antariksa (2007), menjelaskan dalam banyak literatur, kompetensi
sering dibedakan menjadi dua tipe yaitu;
1)
Soft competency, atau jenis kompetensi yang erat kaitannya dengan kemampuan untuk
mengelala proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta membangun interaksi
dengan orang lain, seperti; leadership,
communication, interpersonal relation, dan lain-lain.
2)
Hard competency, atau jenis kompetensi
yang berkaitan dengan kemampuan fungsional atau teknis suatu pekerjaan,
seperti; electrical engineering,
marketing research, financial analysis, manpower planning, dan lain-lain.
Armstrong
(2004;93), memandang kompetensi secara organisasional dapat bersifat generik,
baik bersifat umum dan diterapkan pada seluruh staff, atau terfokus secara
lebih spesifik pada pekerjaan atau kategori karyawan. Secara mendalam Armstrong
membedakan kompetensi menjadi 3 (tiga) kategori yaitu;
1)
Kopetensi
inti, yaitu kompetensi yang berlaku bagi organisasi secara keseluruhan. Dalam
manajemen SDM kompetensi ini merujuk pada semua jenis pekerjaan yang merupakan
aktivitas utama dari organisasi yang harus dikuasai dengan baik oleh semua
karyawan agar berhasil melakukan pekerjaan.
2)
Kompetensi
generik, yaitu kompetensi yang disebarkan oleh suatu kelompok yang memiliki
pekerjaan yang sama. Kompetensi ini mencakup aspek pekerjaan sejenis yang
dilakukan oleh karyawan dalam suatu unit organisasi/profesi, dan akan
menentukan kerjasama mereka untuk mencapai hasil yang diinginkan.
3)
Kompetensi
khusus peran, yaitu kompetensi unik yang harus ada pada peran tertentu.
Kompetensi ini merupakan tambahan keterampilan, dan keahlian pada bidang
pekerjaan tertentu, atau sebagai pelengkap dari kompetensi generik agar pemegang peran bisa melaksanakan perannya dengan
berhasil.
Saifuddin Bachrun
(2011;18), membedakan kompetensi ke dalam 3 (tiga) kategori yaitu; kompetensi universal, kompetensi kepemimpinan, dan
kompetensi teknis. Selanjutnya dijelaskan bahwa;
1)
Kompetensi
universal, merupakan kompetensi yang
harus dimiliki oleh seluruh karyawan perusahaan. Kompetensi ini menjadi wujud
dari budaya dan nilai-nilai yang dianut perusahaan.
2)
Kompetensi
kepemimpinan, merupakan kompetensi yang harus dikuasai oleh para staff yang
memegang jabatan dengan memiliki anak buah. Jabatan-jabatan itu misalnya;
staff, supervisor, manajer, superintenden, manajer senior, dan direktur.
Kompetensi ini biasa juga disebut sebagai soft
skill.
3)
Kompetensi
teknis, merupakan kompetensi yang harus dikuasai oleh para pemegang jabatan
berdasar spesialisasi/keahlian. Misalnya; sumber daya manusia, keuangan,
pemasaran, logistik, pembelian, teknikal, rekayasa, keselamatan kerja dan
lingkungan. Kompetensi ini sering disebut juga sebagai hard skill.
Mathis dan Jackson (2002) mengilustrasikan bahwa kompetensi ada yang
terlihat dan ada yang tersembunyi. Pengetahuan lebih terlihat, dapat dikenali
oleh perusahaan untuk mencocokkan orang dengan pekerjaan. Keterampilan walaupun
sebagian dapat terlihat sebagian lagi kurang teridentifikasi. Akan tetapi
kompetensi tersembunyi berupa kecakapan yang mungkin lebih berharga dapat
meningkatkan kinerja.
Penentuan
dimensi-dimensi kompetensi yang sering digunakan dalam penelitian-penelitian
kompetensi, didasari pada pendapat Boyatzis (2008), yang merangkum pendapat
para ahli seperti; Bray et.al (1974), Boyatzis (1982), Kotter (1982), Luthan
et.al (1988), Howard and Bray (1988),
Campbell et.al (1970), Spencer and Spencer (1993), Goleman (1998), dan Golemen
et.al (2002), yang dikutip Cut Zurnali
(2010), dimana mengelompokkan kompetensi menjadi tiga yaitu; kompetensi
kognitif, kompetensi kecerdasan emosional dan kiompetensi keccerdasan sosial.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa;
1)
Kompetensi
kognitif, adalah sebagai suatu kemampuan untuk berfikir dan menganalisis
informasi dan situasi, yang menuntun atau menyebabkan timbulnya keefektifan
atau kinerja yang superior. Penekanan kompetensi ini pada pemikiran sistem dan
pengenalan pola para pekerja atau karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.
2)
Kompetensi
kecerdasan emosional, adalah sebagai suatu kemempuan untuk mengenali, memahami,
dan menggunakan informasi emosional mengenai diri sendiri, yang menuntun atau
menyebabkan keefektifan atau kinerja yang superior. Kompetensi ini penekanannya
pada kesadaran diri dan manajemen diri para pekerja, berupa kesadaran dan
pengendalian emosional diri dalam melaksanakan pekerjaannya.
3)
Kompetensi
kecerdasan sosial, adalah sebagai suatu kemampuan untuk mengenali, memahami,
dan mengunakan informasi emosional mengenai orang lain, yang menuntun atau
menyebabkan keefektifan atau kinerja yang superior. Kompetensi ini penekanannya
pada kesadaran sosial dan manajemen hubungan para pekerja atau karyawan berupa
empati dan kerja tim yang semestinya dimiliki dalam menjalankan pekerjaannya.
2.1.2.3. Karakteristik Kompetensi
Sebagai
karakteristik individu yang melekat, maka kompetensi terlihat pada cara
berperilaku seseorang di tempat kerja. Untuk itu kompetensi memiliki ciri atau
karakteristik yang dipakai untuk membedakan antara seseorang yang berkinerja
unggul dengan seseorang yang berkinerja
rata-rata atau seseorang
yang perilaku efektif dan perilaku yang tidak efektif. Bagi organisasi
karakteristik kompetensi atau ciri kompetensi dapat membantu proses rekruitmen,
seleksi, menentukan imbalan, pengembangan sumber daya manusia, dan penilaian
kinerja.
Spencer
dan Spencer (1993), mengemukakan kompetensi dapat bersumber dari lima jenis
sumber kompetensi yang berbeda yaitu; motif (motives), karakter (traits),
konsep diri (self concepts),
pengetahuan (knowledge), dan
keterampilan (skill). Selanjutnya dijelaskan bahwa;
1)
Motives,
adalah sesuatu yang secara konsisten menjadi dorongan, pikiran atau keinginan
seseorang yang menyebabkan munculnya suatu tindakan. Motif ini akan
menggarahkan dan menyeleksi sikap menjadi tindakan atau mewujudkan tujuan
sehingga berbeda dari yang lain.
2)
Traits,
adalah Karakter atau sifat-sifat bawaan dari seseorang yang dapat mempengaruhi
prestasi di tempat kerja. Karakter dan sifat bawaan ini, dapat berupa bawaan
fisik (seperti; postur tubuh, penglihatan yang baik), maupun bawaan sifat yang
lebih kompleks yangg dimiliki seseorang sebagai karakter (seperti; kemampuan
mengendalikan emosi, perhatian terhadap hal yang sangat detail, dan
sebagainya).
3)
Self concepts, adalah konsep diri seseorang mencakup gambaran atas diri sendiri, sikap
dan nilai-nilai yang diyakininya, seperti; seseorang yang memiliki rasa percaya
diri.
4)
Knowledge,
adalah pengetahuan mencerminkan informasi yang dimiliki seseorang pada area
disiplin tertentu yang spesifik. Nilai akademis atau indeks prestasi akademis
seseorang sering kali kurang bermanfaat untuk memprediksi performansi di tempat
kerja, karena sulitnya mengukur kebutuhan pengetahuan dan keahlian yang secra
nyata digunakan dalam pekerjaan. Pengetahuan dapat memprediksi apa yang mampu
dilakukan seseorang, bukan apa yang akan dilakukan. Hal ini disebabkan
penggukuran tes pengetahuan lebih banyak menghafal, jika yang dipentingkan
adalah kemampuan mencari informasi. Tes pengetahuan juga sangat tergantung dari
situasi responden. Tes tersebut mengukur kemampuan memilih alternatif pilihan,
yang merupakan respon yang benar, dan bukan untuk mengukur apakah seseorang
dapat bereaksi sesuai dengan pengetahuan dasarnya. Mengetahui sesuatu yang
benar tidaklah selalu menjamin akan melakukan sesuatu yang benar.
5)
Skill,
adalah kemampuan untuk melakukan aktifitas fisik dan mental. Kompetensi
keterampilan mental atau kognitif meliputi, pemikiran analitis (memproses
pengetahuan atau data, menentukan sebab dan pengaruh, mengorganisasi data dan
rencana), dan pemikiran konseptual seperti; pengenalan pola data yang kompleks.
Sedangkan
Mitrani, Dalziel, dan Fitt (1992;28), mengatakan komptensi dapat berupa, motif,
perangai, konsep diri, penguasaan masalah, sikap, nilai-nilai, atau ketrampilan
kognitif maupun keterampilan perilaku setiap sifat perorangan yang dapat diukur
atau dihitung dengan jelas dan dapat ditunjukkan untuk membedakan seccara
gamlang antara pegawai yang memiliki kinerja baik dengan rata-rata, atau antara
pegawai yang menunjukkan unjuk kerja efektif dengan tidak efektif.
Selanjutnya
untuk memberikan gambaran yang lebih
luas tentang unsur-unsur karakteristik dasar dari kompetensi seperti di atas,
berikut akan disajikan pandangan dari masing-masing para ahli yang diadopsi
dari M. Ali Fitran (2012) sebagai berikut;
1)
Motif
(motives), menurut David B. Guralnik
dalam Kholifah (2000;17), diartikan sebagai suatu perangsang dari dalam, suatu
gerak hati dan sebagainya, yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu. Lain
halnya dengan Winkel (1996), dalam Nyayu Khodijah (2006), menyatakan motif
adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan kegiatantertentu
demi mencapai suatu tujuan tertentu.
2)
Karakter
atau sifat (traits), adalah
kecendrungan (predisposisi) untuk merespon sesuatu dengan cara yang sama pada
berbagai stimulus yang berbeda dan bersifat konsisten (Gordon W. Allport,
1897-1967). Berbeda dengan Gordon, sifat (traits)
adalah merupakan struktur mental, yaitu kesimpulan yang diambil dari tingkah
laku seseorang (Raymond B. Cattel dalam Linzey dan Hall). Salah satu teori
kepemimpinan yang pertama adalah teori sifat atau teori ciri pembawaan
(Stogdill, 1948, 1974; Ghiselli, 1963, 1971; Argyris, 1970; Lundin, 1973), yang
memaparkan intelegensia, kepribadian, serta kemampuan seseorang. Teori sifat
ini yang membedakan ciri-ciri pembawaan (traits)
atau sifat antara seorang pemimpin dan seorang bukan pemimpin.
3)
Konsep
diri (self concepts), menurut Burns
(1993) konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan
orang-orang lain berpendapat mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang
kita inginkan. Sedangkan Stuart dan Sundeen (1991;372) memandang konsep diri
sebagai ide-ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu
tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain.
Pandangan Berzonsky (1981) tentang konsep diri adalah gambaran mengebnai diri
seseorang, baik persepsi terhadap diri nyatanya, maupun penilaian berdasarkan
harapannya yang merupakan gabungan dari aspek-aspek fisik, psikis, sosial, dan
moral. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Kobal dan Musek (2002), konsep diri
sebagai suatu kesatuan psikologis yang meliputi perasaan-perasaan,
evaluasi-evaluasi dan sikap-sikap kita yang dapat mendiskripsikan diri kita.
4)
Pengetahuan
(knowledge), Nadler (1986;62)
memandang suatu proses belajar manusia mengenai kebenaran atau jalan yang benar
secara mudahnya mengetahui apa yang harus diketahui untuk dilakukan. Sedangkan
Gordon (1994;50) menyimpulkan pengetahuan merupakan dasar kebenaran atau fakta
yang harus diketahui dan diterapkan dalam pekerjaan
5)
Keterampilan
(skill), Gordon (1994;55) memandang
bahwa keterampilan adalah kemempuan untuk mengoperasikan pekerjaan secara mudah
dan cermat. Sedangkan Nadler (1986;73) keterampilan adalah kegiatan yang
memerlukan praktek atau dapat diartikan sebagai implikasi dari aktivitas.
2.1.2.4. Kaitan Kompetensi Dengan Kinerja
Kompetensi erat kaitannya dengan kinerja, baik kinerja individu maupun
kinerja organisasi atau perusahaan. Menurut Amstrong (2004) kinerja seseorang didasarkan
pada pemahaman ilmu pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), keahlian (competence), dan perilaku yang diperlukan untuk melakukan
pekerjaan dengan baik. Sedangkan kinerja organisasi atau perusahaan
didasarkan pada bagaimana manajemen perusahaan merespon kondisi eksternal dan
internalnya, yang dengan tolok ukur tertentu akan dapat diketahui berapa
tingkat turbelensinya dan berapa tingkat kemampuan untuk mengantisipasinya.
Setiap
individu yang bekerja dalam organisasi diharapkan mencapai kinerja yang tinggi.
Kinerja sebagai hasil dari kegiatan unsur-unsur kemampuan yang dapat diukur dan
terstandarisasi. Keberhasilan dalam suatu kinerja ditentukan oleh beberapa
aspek dalam melaksanakan pekerjaan, dan untuk mencapai kinerja yang optimal
hendaknya pengaruh dari faktor-faktor kompetensi diupayakan semaksimal mungkin
sesuai dengan area pekerjaan yang dibebankan kepada seseorang. Oleh karena itu
kompetensi dipandang sebagai karakteristik individu, sangat diperlukan untuk
mencapai kinerja dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Suryana,
(2006:5) memandang kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan individu yang langsung berpengaruh pada hasil, oleh karena itu
wirausaha adalah orang yang selalu berorientasi pada hasil.
Komptensi dapat dikaitkan dengan kinerja dalam sebuah model alir sebab akibat yang
menunjukkan bahwa tujuan, perangai, konsep diri, dan komptensi pengetahuan yang
dibangkitkan oleh suatu keadaan, dapat memperkirakan pelaku-pelaku cakap, yang kemudian dapat memperkirakan kinerja. Komptensi
mancakup niat, tindakan dan hasil akhir, seperti misalnya, motivasi untuk
berprestasi, keinginan kuat untuk berbuat lebih baik dari ukuran baku yang
berlaku, dan untuk mencapai hasil yang istimewa, menunjukkan kemugkinan adanya
perilaku kewiraswastaan, penentuan tujuan, bertanggungjawab atas hasil akhir,
dan pengambilan resiko yang diperhitungkan. Secara
terinci model alir sebab akibat dari kaitan kompetensi dan kinerja, dapat diterangkan dalam gambar 2.1 sebagai berikut :
Gambar 2.1 : Hubungan antara Kompetensi dengan
Kinerja
Sumber : Spencer and Spencer, 1993.
Dari model
tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa, kompetensi digunakan untuk memprediksi
kinerja dengan lebih baik. Hal ini didasarkan pada teori perilaku klasik yang
menjelaskan sebab-akibat (kausalitas) antara intention, action, dan outcome,
yang dinyatakan sebagai niat, tindakan, dan hasil untuk memodelkan kompetensi
sebagai hubungan sebab akibat. Secara sadar tindakan seseorang berasal dari
adanya keinginan atau niat (intent)
untuk berbuat sesuatu yang dipicu dan dipengaruhi oleh motif dorongan, konsep
diri dan unsur bawaan (perangai), serta pengetahuan deskriptif individu. Dengan
demikian niat akan mendorong tindakan seseorang, dan tindakan yang dilakukan
sesuai dengan tuntutan posisi atau pekerjaan/permasalahan atau tugas yang
dihadapinya. Perilaku terampil ini pada akhirnya memberikan hasil kerja, yang
sering kali digunakan sebagai ukuran kinerja dalam bekerja. Model di atas juga
menjelaskan bahwa, kompetensi berada pada tingkatan niat (intent), dan tindakan (action),
yang akhirnya akan memberikan hasil (outcome)
di tempat kerja. Dengan kata lain segala niat dan tindakan yang tidak
memberikan hasil, tidak dapat dikatagorikan sebagai kompetensi.
Kompetensi juga dapat menggambarkan sifat seseorang
dengan cara menilai pengetahuan, keterampilan khusus yang dibutuhkan,
pendidikan, pelatihan dan pengalaman. Spencer dan Spencer (1993), telah membagi
kompetensi atas beberapa kelompok kompetensi yang paling umum untuk memprediksi
suksesnya seseorang dalam pekerjaan. Kelompok-kelompok kompetensi tersebut
dijelaskan sebagai berikut :
1)
Achievement and
Action (pencapaian prestasi dan tindakan), yaitu;
a.
Inisiatif/proaktif
(Initiative), adalah dorongan
bertindak melebihi dari yang dibutuhkan atau yang dituntut oleh pekerjaan,
melakukan sesuatu tanpa menunggu perintah dulu, yang bertujuan untuk
memperbaiki atau meningkatkan hasil pekerjaan atau untuk menghindari timbulnya
suatu masalah, atau untuk menciptakan peluang-peluang baru.
2)
Helping and
Human service
(menolong dan melayani), kompetensi ini terdiri dari;
b. Empati (Interpersonal Understanding), adalah
kemampuan untuk mendengarkan dan memahami hal-hal yang tidak diungkapkan dengan
perkataan, seperti dalam bentuk pemahaman atas perasaan, pemikiran dan
keinginan orang lain.
c. Kepedulian
terhadap kepuasan pelanggan (Customer
Service Orientation), adalah keinginan untuk
menolong atau melayani orang lain/ pelanggan dalam memenuhi keinginannya.
3)
Impact and
Influence
(dampak dan pengaruh), yaitu;
d.
Pengaruh
Strategis (Strategic Impact), adalah
tindakan membujuk, dan mempengaruhi orang lain sehingga mau mendukung renccana
kerjanya.
4)
Managerial (manajerial),
kompetensi ini terdiri dari;
e.
Mengembangkan
orang lain (Developing Others),
adalah keinginan untuk mengajarkan atau mendorong pengembangan atau proses
belajar orang lain.
f.
Kemampuan
mengarahkan (Directiveness), adalah
kemampuan memerintah dan mengarahkan orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai
posisi dan kewenangannya.
g.
Kerja
kelompok dan kerja sama (Team Work),
adalah keinginan untuk bekerja sama dengan orang lain atau menjadi anggota /bagian
suatu kelompok.
5)
Cognitive (kognitif),
kompetensi ini terdiri dari;
h.
Kemampuan
menganalisis (Analiytical Thinking),
adalah usaha untuk memahami situasi dengan cara memecahkannya menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil, atau mengambil implikasi suatu keadaan tahap
dmi tahap berdasarkan pengalaman masa lalu.
i.
Kemampuan
berfikir secara konseptual (Conceptual
Thinking), adalah kemampuan memahami situasi atau masalah sebagai satu
kesatuan.
j.
Keahlian
teknikal/professional/manajerial (Expertise),
adalah keahlian yang meliputi penguasaan yang berkaitan dengan pekerjaan dan
termasuk motivasi untuk mengembangkan, menggunakan dan mendistribusikannya pada
orang lain.
6)
Personal
Effectiveness
(efektivitas pribadi), kompetensi ini terdiri dari;
k.
Pengendalian
diri (Self Control), adalah kemampuan
untuk mengendalikan emosi diri agar terhindar dari perbuatan negative saat
situasi tidak sesuai dengan harapan atau saat berada di bawah tekanan.
l.
Percaya
diri (Self Confidence), adalah
keyakinan seseorang terhadap kemampuan dirinya sendiri, dalam melakukan
pekerjaannya.
m.
Fleksibilitas
(Flexibility), adalah kemampuan untuk
beradaptasi dan bekerja secara efektif dalam berbagai situasi, orang atau
kelompok.
n.
Visi/komitmen
organisasi (Organizational Commitment),
adalah kemampuan dan kemauan seseorang untuk menyesuaikan perilakunya dengan
kebutuhan, priritas dan tujuan organisasi untuk bertindak dengan cara yang
menunjang tujuan organisasi, atau memenuhi kebutuhan organisasi.
Sedangkan menurut Byham and Moyer, 2003 (dalam M. Ali
Fitran, 2012), menjelaskan Kompetensi dapat mempengaruhi kinerja, digambarkan
dalam sebuah model pendekatan perilaku sebagai merikut :
Gambar 2.2 : Behavioral Approach (Pendekatan
Perilaku)
Lebih
lanjut dijelaskan bahwa behavioral
competency diartikan sebagai apa yang dikatakan atau dilakukan seseorang
yang berakibat kepada kinerja yang baik atau buruk. Knowledge competency adalah apa yang diketahui seseorang mengenai
fakta, teknologi, prosedur, jabatan, organisasi dan lain-lain, seperti
misalnya; Ijazah dari sebuah lembaga pendidikan, lisensi, sertifikat dan sistem
pengakuan serupa, sering digunakan sebagai tanda pengetahuan. Motivational competency dijelaskan
bagaimana perasaan seseorang mengenai pekerjaan, organisasi atau lokasi
geografi tempat yang bersangkutan bekerja.
Sejalan
dengan pandangan di atas Mark Lancaster (2001),
dalam websitenya http://www.schoonover.com/ResourceCentre/Q-A.html,
menjelaskan bhwa, kompetensi adalah sebuah perilaku atau kumpulan dari
perilaku-perilaku yang menggambarkan kinerja yang unggul di dalam suatu lingkup
pekerjaan tertentu (www.library.binus.ac.id, diakses 2012). Dengan demikian maka model
kompetensi itu sendiri dapat diartikan
sebagai sekumpulan dari faktor-faktor kesuksesan yang berisi perilaku-perilaku
kunci yang dibutuhkan untuk menampilkan suatu kinerja yang unggul di suatu
lingkup pekerjaan tertentu. Oleh karena itu kompetensi dapat mempengaruhi
kinerja, karena kompetensi merupakan sebuah perilaku yang menggambarkan kinerja
yang unggul di dalam suatu lingkup pekerjaan.
Kompetensi mempengaruhi kinerja juga diungkapkan oleh
Gilley, Boughton dan Maycunich, 1999, dimana pada intinya kinerja dipengaruhi
oleh kompetensi dari tiap individu yang ditentukan oleh pelatihan dan pengembangan
sumber daya manusia agar mencapai tingkat kinerja yang diinginkan.
2. Kompetensi Kewirausahaan
Keberadaan organisasi usaha saat ini, termasuk UKM
dipandang perlu membangun struktur sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki
secara profesional dan memiliki kompetensi kewirausahaan yang tinggi. SDM yang
berkompetensi tinggi akan menjadi pusat keunggulan organisasi dan sekaligus
sebagai pendukung daya saing organisasi dalam menghadapi perubahan lingkungan
usaha dan kondisi sosial masyarakat yang mengalami perubahan secara cepat.
Sebagaimana telah diungkapkan oleh I Wayan Dipa (2011), Deputi Bidang
Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementrian Koperasi dan UKM
Jakarta, yang menyatakan bahwa
tingkat kompetensi kewirausahaan di Indonesia masih sangat rendah, bila
dibandingkan dengan di negara-negara lain, seperti di Amerika Serikat sekitar
11 %, di Singapura sekitar 7 %, sedangkan di Indonesia hanya 0,24 % saja yang
memiliki kompetensi kewirausahaan dari sekitar 237,6 juta orang penduduk
Indonesia. Padahal penguasaan kompetensi kewirausahaan memiliki peranan yang
sangat penting dalam memajukan negara, karena kewirausahaan memiliki kekuatan
yang diperlukan untuk menghasilkan kreativitas dan inovasi dalam upaya mencapai
kehidupan masyarakat (Ishak Hasan, 2011).
Hal
senada juga diungkapkan oleh Cunningham dalam Dewi Riyanti, (2003), yang
dikutip oleh Ishak Hasan (2011), dinyatakan bahwa kompetensi kewirausahaan
merupakan faktor penting dalam memajukan usaha. Hal ini dibuktikan dengan hasil
penelitiannya, dimana faktor-faktor penyumbang paling dominan pada keberhasilan
usaha meliputi; sifat kepribadian 49 %, kemampuan berhubungan dengan pelanggan
sebesar 17 %, kemampuan memahami lingkungan bisnis 15 %, orientasi ke masa
depan dan fleksiboilitas 11 %, kesadaran pribadi 4 %, dan faktor lain sebesar 4
%.
Memperhatikan
pandangan di atas dapat dikatakan bahwa, untuk menjadi seorang wirausaha yang
sukses harus memiliki kompetensi kewirausahaan. Untuk itu Michael Haris (2000),
dalam Suryana, (2006;5), mengingatkan
bahwa; ”seorang wirausaha yang sukses pada umumnya adalah mereka yang
memiliki kompetensi yaitu; memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, dan
kualitas individual yang meliputi; sikap, motivasi, nilai-nilai pribadi, serta
tingkah laku yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan atau kegiatan”.
Selanjutnya dijelaskan bahwa, pengetahuan saja tidaklah cukup bagi wirausaha,
tetapi juga harus disertai dengan ketrampilan seperti; keterampilan manajerial,
keterampilan konseptual, ketrampilan memahami, mengerti, berkomunikasi dan
berelasi, keterampilan merumuskan masalah dan cara bertindak, keterampilan
mengatur dan menggunakan waktu, serta keterampilan teknik lainnya secara
spesifik. Dijelaskan juga bahwa, hanya
memiliki pengetahuan dan keterampilan tidaklah cukup, untuk itu seorang
wirausaha juga harus memiliki sikap, motivasi, dan komitmen terhadap pekerjaan
yang sedang dihadapinya.
Dengan
melihat pentingnya penguasaan kompetensi kewirausahaan bagi pengusaha UKM, maka
kompetensi kewirausahaan memiliki arti sangat strategis dalam upaya
menghasilkan peran dalam perekonomian dan pertumbuhannya sebagai suatu unit
usaha. Untuk itu Ishak Hasan (2011), menyarankan bahwa, penguatan kompetensi
kewirausahaan pada UKM harus segera dilakukan, yaitu dengan melibatkan para UKM
dalam berbagai kegiatan seperti; 1) program pendidikan dan pelatihan, 2)
program magang, 3) program pendampingan, dan 4) program katalisator (ikut
berpartisipasi langsung pada UKM sebagai konsultan manajer, dan lain-lain).
Pelibatan UKM pada berbagai program ini tentunya tidak cukup, namun yang paling
penting adalah kemauan pengelola UKM itu sendiri dalam memperbaiki kinerjanya
agar UKM dapat tumbuh sesuai dengan harapan.
Berdasarkan
beberapa pandangan tersebut di atas, maka kajian tentang kompetensi
kewirausahaan sangatlah menarik. Namun demikian sampai saat ini ketersediaan
teori-teori dan hasil penelitian yang mengkaji tentang kompetensi kewirausahaan
secara khusus masih sangat terbatas. Oleh karena itu dalam penelitian ini
disajikan beberapa hasil penelitian dan dukungan teori tentang kompetensi
kewirausahaan, seperti; dalam penelitiannya Baum (1995), dalam Zulkarnain
(2009), telah menghasilkan proposisi penelitian, dimana indikator- indikator
dari kompetensi kewirausahaan seperti; cognitif
ability, technical skill, organizations
skill, opportunity skill, dan industry experience, secara signifikan
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan usaha.
Sedangkan
menurut Cusson (Yuyun Wirasamita, 1992), yang
diadopsi oleh Ishak Hasan (2011), mengemukakan bahwa, indikator-indikator
kompetensi kewirausahaan meliputi; 1) self
knowledge (memiliki pengetahuan), 2) Imagination
(memiliki daya khayal), 3) practical
knowledge (pengetahuan praktik), 4) search
skill (keahlian meneliti), 5) foresigght
(memandang jauh ke depan), 6) computation
skill (keahlian berhitung), 7) communication
skill (keahlian berkomunikasi), menjadi sesuatu yang mutlak harus dimiliki
oleh seorang wirausahawan yang sukses. Disamping kompetensi tersebut seorang
wirausahawan juga harus memiliki sifat jujur, inovatif, keberanian dan tangkas
dalam menghadapi risiko (Suryana, 2003, Ishak Hasan, 2011).
Hal
senada juga diungkapkan oleh Chandler and Jansen (1992), Herron and Robinson
(1990), dalam Zulkarnain (2009), telah melakukan studi tentang kompetensi
kewirausahaan, yang mengembangkan kelompok keterampilan dan kemampuan yang sama
dengan yang dijumpai dalam teori manajemen/ kepemimpinan, dimana ada dua
keterampilan tambahan dimunculkan yaitu; 1) membaca peluang, dan 2) memanej
diri sendiri. Studi didasarkan pada 9 urutan kompetensi kewirausahaan yaitu; knowledge, cognitif, ability, self
management, administration, human resource, decision skill, leadership,
opportunity recogqnition and opportunity development.
Berdasarkan pandangan para ahli tersebut di atas, bahwa
kompetensi kewirausahaan baik secara umum maupun khusus, atau dari aspek
individu dan korporat, maka kajian kompetensi kewirausahaan dalam penelitian
ini akan dibatasi pada kompetensi kewirausahaan secara individual, yang
dimiliki oleh para pemilik dan pengelola UKM, yaitu dengan dimensi-dimensi
antara lain; 1) self knowledge
(memiliki pengetahuan), 2) leadership
(jiwa kepemimpinan), 3) communication
skill (ketrampilan berkomunikasi), 4) human
resource skill (keterampilan menyusun dan mengatur sumber daya manusia), dan 5) Inovatif, dimana dimensi-dimensi ini diadopsi dari Chandler and
Jansen (1992), Cusson, dan Michael Haris (2000).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar