Sabtu, 14 September 2013

Kajian Teori



Kompetensi Dan Kompetensi Kewirausahaan

1.      Konsep Kompetensi
Berbicara tentang kompetensi, maka keberadaan sumber daya manusia memainkan peran penting dan esensial, karena di satu sisi merupakan human capital dan active agent bagi pengembangan suatu organisasi, dan di sisi lain merupakan faktor penentu kapabilitas yang merupakan sekumpulan keahlian dan keterampilan dalam mengkoordinasikan dan mengintegrasikan serangkaian sumber daya yang dimiliki organisasi sehingga dapat menghasilkan serangkaian kompetensi yang akan membentuk kompetensi inti.

Kompetensi sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan baru dan jenis-jenis pekerjaan  di dalam organisasi. Kompetensi dapat diperoleh dengan pemahaman ciri-ciri yang kita cari dari orang-orang yang bekerja dalam organisasi-organisasi tersebut. Konsep dasar standar kompetensi seperti diungkapkan dalam LPPKM-ITB, 2005, dapat ditinjau dari estimologi, standar kompetensi terbuka atas dua kosa kata yaitu standar dan kompetensi. Standar diartikan sebagai ukuran atau patokan yang disepakati, sedangkan kompetensi diartikan sebagai kemampuan melaksanakan tugas-tugas ditempat kerja yang mencakup menerapkan keterampilan (skills) yang didukung dengan pengetahuan (knowledge) dan kemampuan (ability) sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan. Dengan demikian standar kompetensi dapat diasumsikan sebagai rumusan tentang kemampuan dan keahlian apa yang harus dimiliki oleh tenaga kerja (SDM) dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Menurut Cut Zurnali, 2010, Perdebatan secara intensif tentang kompetensi telah disusun oleh Prahalad dan Hamel (1990), dalam publikasi yang berjudul ”The Core Competence of The Corporation”. Hal senada Fleury (2002), menambahkan, topik kompetensi telah didiskusikan oleh  para ahli psikologi dan administrasi Amerika Serikat melalui publikasi yang berjudul ”competency testing over intelligence”. Selanjutnya Cut Zurnali (2010), menegaskan bahwa para kelompok ahli di Ingris seperti Strebler et.al (1997) menyatakan dua perbedaan arti kompetensi, pertama kompetensi diekspresikan sebagai perilaku-perilaku dimana seorang individu perlu mewujudkannya, kedua, kompetensi diekspresikan sebagai standar minimum dari kinerja. Atas dasar pandangan ini istilah competency bisa digunakan untuk menunjukkan arti pengekspresian atau pengungkapan sebagai perilaku. Sedangkan istilah competences digunakan untuk menunjukkan ekspresi standar. Organisasi-organisasi sektor swasta (the private sector), cendrung menggunakan competency model, sedangkan organisasi yang bergerak di sektor publik (the public sector) cendrung menggunakan competence model.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa, setiap organisasi baik privat atau publik, perlu membangun sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki secara profesional dan memiliki kompetensi yang tinggi. Sumber daya manusia yang berkompetensi tinggi akan menjadi pusat keunggulan organisasi, sekaligus sebagai pendukung daya saing dalam memasuki era globalisasi,  dan menghadapi lingkungan usaha, serta kondisi sosial masyarakat yang mengalami perubahan begitu cepat. 
Untuk memberikan gambaran secara komprehensip tentang kompetensi, maka dalam kajian ini akan disajikan definisi kompetensi dari pandangan beberapa para ahli seperti; Boyatzis (1982) konseptor kompetensi dan implementasinya yang dikutip Lyle Spencer dan Signe Spencer (1993;9), yang memandang kompetensi sebagai An underlying characteristic’s of an individual which is causally related to criterion referenced effective and or superior performance in a job or situantion. Artinya;  karakteristik mendasar individu yang secara kausal berhubungan dengan efektivitas atau kinerja yang sangat baik pada suatu pekerjaan atau dalam berbagai situasi. Lebih lanjut dijelaskan, underlying characteristic’s memberi makna bahwa, kompetensi adalah bagian dari kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. causally related bermakna merupakan sesuatu yang menyebabkan atau memprediksi perikalu dan kinerja. Sedangkan criterion referenced, memberi makna bahwa kompetensi dapat memprediksi secara aktual siapa yang berkinerja dengan baik atau kurang baik, diukur dengan kriteria standar yang digunakan. Kompetensi seseorang dalam hal ini, akan mengindikasikan kemampuan berperilaku seseorang dalam berbagai situasi yang cukup konsisten dalam suatu periode waktu yang cukup panjang, dan bukan sesuatu hal kebetulan semata. Jadi kompetensi memiliki persyaratan yang dapat menduga, dimana secara empiris terbukti merupakan penyebab dari suatu keberhasilan.
Menurut Kravetz 2004, dalam artikel Ahmad Syafei (2007), kompetensi adalah sesuatu yang seseorang tunjukkan dalam kinerja setiap hari. Fokusnya adalah pada perilaku di tempat kerja, bukan sifat-sifat kepribadian atau keterampilan dasar yang ada di luar tempat kerja ataupun di dalam tempat kerja. Dalam hal ini kompetensi mencakup melakukan sesuatu, tidak hanya pengetahuan yang pasif. Seorang karyawan mungkin pandai, tetapi jika mereka tidak menterjemahkan kepandaian tersebut ke dalam perilaku di tempat kerja yang efektif, maka kepandain tidak akan  berguna. Sedangkan Laksmono (2004), dalam penelitian M. Ali Fitran (2012;18), menjelaskan kompetensi sebagai karakteristik yang mendasari seseorang untuk berkinerja tinggi dalam pekerjaannya. Karakteristik itu muncul dalam bentuk pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan kemampuan (abbilities) lain atau kepribadian (personality). Selama ini karakteristik yang sering diunggulkan hanya pengetahuan dan keterampilan saja, padahal sebenarnya faktor perilaku  (kemampuan lain termasuk nilai-nilai), atau kepribadian seseorang juga dapat menentukan keberhasilan di pekerjaan.
Lain halnya dengan Yodia Antariksa (2007), melihat kompetensi secara general, yaitu kompetensi dapat dipahami sebagai sebuah kombinasi antara keterampilan (skill), atribut personal, dan pengetahuan (knowledge), yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi. Kemudian UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 1 (10), menyatakan ”kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dngan standar yang ditetapkan”. Saifuddin Bachrun (2011;18) mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik dasar seperti; pengetahuan, keterampilan, dan perilaku (know-how, skill, dan attitude), yang harus dimiliki oleh seseorang dan tim untuk menyelesaikan tugas pekerjaan agar diperoleh hasil terbaik.  Selanjutnya Cut  Zurnali (2010) telah merangkum beberapa definisi kompetensi dari para pakar antara lain :
1.      Richard E. Boyatzis (2008), mengemukakan kompetensi merupakan karakteristik dasar seseorang yang menuntun atau menyebabkan keefektifan dan kinerja yang menonjol.
2.      Glossary Our Workforce Matters (Sinnott, et.al;2002), kompetensi adalah karakteristik dari karyawan yang mengkontribusikan kinerja pekerjaan yang berhasil dan pencapaian hasil organisasi. Hal ini mencakup pengetahuan, keahlian dan kemampuan ditambah karakteristik lain, seperti ; nilai, motivasi, inisiatif dan kontrol diri.
3.      Le Boterf, dalam Denise, et.al (2007), kompetensi merupakan sesuatu yang abstrak, dimana hal ini tidak menunjukkan adanya material dan ketergantungan pada kegiatan kecakapan individu. Jadi kompetensi bukan keadaan, tapi lebih pada hasil kegiatan dari pengkombinasian sumber daya personal (pengetahuan, kemampuan, kualitas pengalaman, kapasitas kognitif, sumber daya emosional, dan lainnya), dan sumber daya lingkungan (teknologi, database, buku, jaringan hubungan dan lainnya).
4.      Sinnott, et.al (2002), kompetensi adalah alat pengkritisi dalam tugas kerja dan pergantian perencanaan. Di tingkat minimum, kompetensi berarti ; a) mengenali kapabilitas, sikap dan atribut yang dibutuhkan untuk memenuhi staf saat ini dan dimasa depan, sebagai prioritas organisasi dan pertukaran strategis, dan b) memfokuskan pada usaha pengembangan karyawan untuk menghilangkan kesenjangan antara kapabilitas yang dibutuhkan dengan yang tersedia.
 Dari beberapa definisi kompetensi seperti di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah suatu sifat dasar yang dimiliki atau merupakan bagian dari kepribadian yang mendalam dan melekat pada diri seseorang, serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan, sebagai dorongan untuk prestasi unggul dan keinginan berusaha agar dapat melaksanakan tugas secara efektif.
2.1.2.2. Kategori Kompetensi
Marsal dalam Boulter, Dalziel dan Jackie (2003;41), mengelompokkan kompetensi menjadi 2 (dua) kategori utama yaitu “threshold competencies” (kompetensi-kompetensi ambang batas), dan “differentiating compentencies” (kompetensi-kompetensi pembeda). Dijelaskan bahwa ;
1)      Threshold competencies adalah karakteristik utama yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan efektif, tetapi tidak untuk membedakan seorang yang berkinerja tinggi dan rata-rata. Kompetensi ini wajib dimiliki oleh individu dalam suatu pekerjaan tertentu, karena persyaratan mutlak yang harus dimiliki untuk melakukan pekerjaan itu. Pengetahuan, keterampilan serta keahlian tersebut merupakan sarana utama dalam melakukan aktifitas pekerjaan, serta menjadi persyaratan penting bagi seseorang agar dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Misalnya pengetahuan tentang produk atau keterampilan komputasional dalam diri seorang sales asuransi.
2)      Differentiating competiencies” adalah karakteristik yang dimiliki oleh individu yang berkinerja tinggi, tetapi tidak ada pada individu yang berkinerja rata-rata. Kompetensi pembeda ini merupakan karakteristik yang dimiliki  oleh individu karena sudah menjadi sifat pembawaan atau kepribadian yang sudah dimiliki dalam diri seseorang. Apabila tuntutan pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan sifat atau kepribadian orang tersebut, maka akan memberikan hasil pekerjaan menjadi lebih baik dibandingkan dengan orang lain yang tidak memiliki sifat atau kepribadian tersebut. Sebagai contoh, seorang yang memiliki sifat pandai berbicara dan senang bergaul, akan berhasil apabila diberikan pekerjaan sebagai sales atau publik relations. Karakter orang yang pandai bicara dinilai cocok dengan pekerjaan tersebut untuk membujuk pembeli supaya tertarik pada produk yang ditawarkan, sehingga timbul keinginannya untuk membeli.
Ketidaksamaan dalam kompetensi inilah yang membedakan seseorang pelaku unggul dari perilaku yang berprestasi rata-rata. Untuk mencapai kinerja sekedar cukup atau rata-rata, diperlukan kompetensi batas (threshold competemcies) atau kompetemsi essensial. Komptensi batas atau kompetensi istimewa untuk suatu pekerjaan tertentu merupakan pola atau pedoman dalam pemilihan karyawan (personel selection), Perencanaan pengalihan tugas (succestion planing), peniliaian kinerja (performance appaisal), dan pengembangan (development).
Yodhia Antariksa (2007), menjelaskan dalam banyak literatur, kompetensi sering dibedakan menjadi dua tipe yaitu;
1)      Soft competency, atau jenis kompetensi yang erat kaitannya dengan kemampuan untuk mengelala proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta membangun interaksi dengan orang lain, seperti; leadership, communication, interpersonal relation, dan lain-lain.
2)      Hard competency, atau jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan fungsional atau teknis suatu pekerjaan, seperti; electrical engineering, marketing research, financial analysis, manpower planning, dan lain-lain.
Armstrong (2004;93), memandang kompetensi secara organisasional dapat bersifat generik, baik bersifat umum dan diterapkan pada seluruh staff, atau terfokus secara lebih spesifik pada pekerjaan atau kategori karyawan. Secara mendalam Armstrong membedakan kompetensi menjadi 3 (tiga) kategori yaitu;
1)      Kopetensi inti, yaitu kompetensi yang berlaku bagi organisasi secara keseluruhan. Dalam manajemen SDM kompetensi ini merujuk pada semua jenis pekerjaan yang merupakan aktivitas utama dari organisasi yang harus dikuasai dengan baik oleh semua karyawan agar berhasil melakukan pekerjaan.
2)      Kompetensi generik, yaitu kompetensi yang disebarkan oleh suatu kelompok yang memiliki pekerjaan yang sama. Kompetensi ini mencakup aspek pekerjaan sejenis yang dilakukan oleh karyawan dalam suatu unit organisasi/profesi, dan akan menentukan kerjasama mereka untuk mencapai hasil yang diinginkan.
3)      Kompetensi khusus peran, yaitu kompetensi unik yang harus ada pada peran tertentu. Kompetensi ini merupakan tambahan keterampilan, dan keahlian pada bidang pekerjaan tertentu, atau sebagai pelengkap dari kompetensi generik agar pemegang peran bisa melaksanakan perannya dengan berhasil.
Saifuddin Bachrun (2011;18), membedakan kompetensi ke dalam 3 (tiga) kategori yaitu; kompetensi universal, kompetensi kepemimpinan, dan kompetensi teknis. Selanjutnya dijelaskan bahwa;
1)      Kompetensi universal, merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh seluruh karyawan perusahaan. Kompetensi ini menjadi wujud dari budaya dan nilai-nilai yang dianut perusahaan.
2)      Kompetensi kepemimpinan, merupakan kompetensi yang harus dikuasai oleh para staff yang memegang jabatan dengan memiliki anak buah. Jabatan-jabatan itu misalnya; staff, supervisor, manajer, superintenden, manajer senior, dan direktur. Kompetensi ini biasa juga disebut sebagai soft skill.
3)      Kompetensi teknis, merupakan kompetensi yang harus dikuasai oleh para pemegang jabatan berdasar spesialisasi/keahlian. Misalnya; sumber daya manusia, keuangan, pemasaran, logistik, pembelian, teknikal, rekayasa, keselamatan kerja dan lingkungan. Kompetensi ini sering disebut juga sebagai hard skill.
Mathis dan Jackson (2002) mengilustrasikan bahwa kompetensi ada yang terlihat dan ada yang tersembunyi. Pengetahuan lebih terlihat, dapat dikenali oleh perusahaan untuk mencocokkan orang dengan pekerjaan. Keterampilan walaupun sebagian dapat terlihat sebagian lagi kurang teridentifikasi. Akan tetapi kompetensi tersembunyi berupa kecakapan yang mungkin lebih berharga dapat meningkatkan kinerja.
Penentuan dimensi-dimensi kompetensi yang sering digunakan dalam penelitian-penelitian kompetensi, didasari pada pendapat Boyatzis (2008), yang merangkum pendapat para ahli seperti; Bray et.al (1974), Boyatzis (1982), Kotter (1982), Luthan et.al (1988),  Howard and Bray (1988), Campbell et.al (1970), Spencer and Spencer (1993), Goleman (1998), dan Golemen et.al  (2002), yang dikutip Cut Zurnali (2010), dimana mengelompokkan kompetensi menjadi tiga yaitu; kompetensi kognitif, kompetensi kecerdasan emosional dan kiompetensi keccerdasan sosial. Lebih lanjut dijelaskan bahwa;
1)      Kompetensi kognitif, adalah sebagai suatu kemampuan untuk berfikir dan menganalisis informasi dan situasi, yang menuntun atau menyebabkan timbulnya keefektifan atau kinerja yang superior. Penekanan kompetensi ini pada pemikiran sistem dan pengenalan pola para pekerja atau karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.
2)      Kompetensi kecerdasan emosional, adalah sebagai suatu kemempuan untuk mengenali, memahami, dan menggunakan informasi emosional mengenai diri sendiri, yang menuntun atau menyebabkan keefektifan atau kinerja yang superior. Kompetensi ini penekanannya pada kesadaran diri dan manajemen diri para pekerja, berupa kesadaran dan pengendalian emosional diri dalam melaksanakan pekerjaannya.
3)      Kompetensi kecerdasan sosial, adalah sebagai suatu kemampuan untuk mengenali, memahami, dan mengunakan informasi emosional mengenai orang lain, yang menuntun atau menyebabkan keefektifan atau kinerja yang superior. Kompetensi ini penekanannya pada kesadaran sosial dan manajemen hubungan para pekerja atau karyawan berupa empati dan kerja tim yang semestinya dimiliki dalam menjalankan pekerjaannya.

2.1.2.3. Karakteristik Kompetensi
Sebagai karakteristik individu yang melekat, maka kompetensi terlihat pada cara berperilaku seseorang di tempat kerja. Untuk itu kompetensi memiliki ciri atau karakteristik yang dipakai untuk membedakan antara seseorang yang berkinerja unggul dengan seseorang yang berkinerja  rata-rata atau seseorang yang perilaku efektif dan perilaku yang tidak efektif. Bagi organisasi karakteristik kompetensi atau ciri kompetensi dapat membantu proses rekruitmen, seleksi, menentukan imbalan, pengembangan sumber daya manusia, dan penilaian kinerja.
Spencer dan Spencer (1993), mengemukakan kompetensi dapat bersumber dari lima jenis sumber kompetensi yang berbeda yaitu; motif (motives), karakter (traits), konsep diri (self concepts), pengetahuan (knowledge), dan keterampilan (skill).  Selanjutnya dijelaskan bahwa;
1)      Motives, adalah sesuatu yang secara konsisten menjadi dorongan, pikiran atau keinginan seseorang yang menyebabkan munculnya suatu tindakan. Motif ini akan menggarahkan dan menyeleksi sikap menjadi tindakan atau mewujudkan tujuan sehingga berbeda dari yang lain.
2)      Traits, adalah Karakter atau sifat-sifat bawaan dari seseorang yang dapat mempengaruhi prestasi di tempat kerja. Karakter dan sifat bawaan ini, dapat berupa bawaan fisik (seperti; postur tubuh, penglihatan yang baik), maupun bawaan sifat yang lebih kompleks yangg dimiliki seseorang sebagai karakter (seperti; kemampuan mengendalikan emosi, perhatian terhadap hal yang sangat detail, dan sebagainya).
3)      Self concepts, adalah konsep diri seseorang mencakup gambaran atas diri sendiri, sikap dan nilai-nilai yang diyakininya, seperti; seseorang yang memiliki rasa percaya diri.
4)      Knowledge, adalah pengetahuan mencerminkan informasi yang dimiliki seseorang pada area disiplin tertentu yang spesifik. Nilai akademis atau indeks prestasi akademis seseorang sering kali kurang bermanfaat untuk memprediksi performansi di tempat kerja, karena sulitnya mengukur kebutuhan pengetahuan dan keahlian yang secra nyata digunakan dalam pekerjaan. Pengetahuan dapat memprediksi apa yang mampu dilakukan seseorang, bukan apa yang akan dilakukan. Hal ini disebabkan penggukuran tes pengetahuan lebih banyak menghafal, jika yang dipentingkan adalah kemampuan mencari informasi. Tes pengetahuan juga sangat tergantung dari situasi responden. Tes tersebut mengukur kemampuan memilih alternatif pilihan, yang merupakan respon yang benar, dan bukan untuk mengukur apakah seseorang dapat bereaksi sesuai dengan pengetahuan dasarnya. Mengetahui sesuatu yang benar tidaklah selalu menjamin akan melakukan sesuatu yang benar.
5)      Skill, adalah kemampuan untuk melakukan aktifitas fisik dan mental. Kompetensi keterampilan mental atau kognitif meliputi, pemikiran analitis (memproses pengetahuan atau data, menentukan sebab dan pengaruh, mengorganisasi data dan rencana), dan pemikiran konseptual seperti; pengenalan pola data yang kompleks.
Sedangkan Mitrani, Dalziel, dan Fitt (1992;28), mengatakan komptensi dapat berupa, motif, perangai, konsep diri, penguasaan masalah, sikap, nilai-nilai, atau ketrampilan kognitif maupun keterampilan perilaku setiap sifat perorangan yang dapat diukur atau dihitung dengan jelas dan dapat ditunjukkan untuk membedakan seccara gamlang antara pegawai yang memiliki kinerja baik dengan rata-rata, atau antara pegawai yang menunjukkan unjuk kerja efektif dengan tidak efektif.
Selanjutnya untuk memberikan gambaran yang  lebih luas tentang unsur-unsur karakteristik dasar dari kompetensi seperti di atas, berikut akan disajikan pandangan dari masing-masing para ahli yang diadopsi dari M. Ali Fitran (2012) sebagai berikut;
1)      Motif (motives), menurut David B. Guralnik dalam Kholifah (2000;17), diartikan sebagai suatu perangsang dari dalam, suatu gerak hati dan sebagainya, yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu. Lain halnya dengan Winkel (1996), dalam Nyayu Khodijah (2006), menyatakan motif adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan kegiatantertentu demi mencapai suatu tujuan tertentu.
2)      Karakter atau sifat (traits), adalah kecendrungan (predisposisi) untuk merespon sesuatu dengan cara yang sama pada berbagai stimulus yang berbeda dan bersifat konsisten (Gordon W. Allport, 1897-1967). Berbeda dengan Gordon, sifat (traits) adalah merupakan struktur mental, yaitu kesimpulan yang diambil dari tingkah laku seseorang (Raymond B. Cattel dalam Linzey dan Hall). Salah satu teori kepemimpinan yang pertama adalah teori sifat atau teori ciri pembawaan (Stogdill, 1948, 1974; Ghiselli, 1963, 1971; Argyris, 1970; Lundin, 1973), yang memaparkan intelegensia, kepribadian, serta kemampuan seseorang. Teori sifat ini yang membedakan ciri-ciri pembawaan (traits) atau sifat antara seorang pemimpin dan seorang bukan pemimpin. 
3)      Konsep diri (self concepts), menurut Burns (1993) konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan orang-orang lain berpendapat mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Sedangkan Stuart dan Sundeen (1991;372) memandang konsep diri sebagai ide-ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Pandangan Berzonsky (1981) tentang konsep diri adalah gambaran mengebnai diri seseorang, baik persepsi terhadap diri nyatanya, maupun penilaian berdasarkan harapannya yang merupakan gabungan dari aspek-aspek fisik, psikis, sosial, dan moral. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Kobal dan Musek (2002), konsep diri sebagai suatu kesatuan psikologis yang meliputi perasaan-perasaan, evaluasi-evaluasi dan sikap-sikap kita yang dapat mendiskripsikan diri kita.
4)      Pengetahuan (knowledge), Nadler (1986;62) memandang suatu proses belajar manusia mengenai kebenaran atau jalan yang benar secara mudahnya mengetahui apa yang harus diketahui untuk dilakukan. Sedangkan Gordon (1994;50) menyimpulkan pengetahuan merupakan dasar kebenaran atau fakta yang harus diketahui dan diterapkan dalam pekerjaan
5)      Keterampilan (skill), Gordon (1994;55) memandang bahwa keterampilan adalah kemempuan untuk mengoperasikan pekerjaan secara mudah dan cermat. Sedangkan Nadler (1986;73) keterampilan adalah kegiatan yang memerlukan praktek atau dapat diartikan sebagai implikasi dari aktivitas.

2.1.2.4. Kaitan Kompetensi Dengan Kinerja
Kompetensi erat kaitannya dengan kinerja, baik kinerja individu maupun kinerja organisasi atau perusahaan. Menurut Amstrong (2004) kinerja seseorang didasarkan pada pemahaman ilmu pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), keahlian (competence), dan perilaku yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Sedangkan kinerja organisasi atau perusahaan didasarkan pada bagaimana manajemen perusahaan merespon kondisi eksternal dan internalnya, yang dengan tolok ukur tertentu akan dapat diketahui berapa tingkat turbelensinya dan berapa tingkat kemampuan untuk mengantisipasinya.  
Setiap individu yang bekerja dalam organisasi diharapkan mencapai kinerja yang tinggi. Kinerja sebagai hasil dari kegiatan unsur-unsur kemampuan yang dapat diukur dan terstandarisasi. Keberhasilan dalam suatu kinerja ditentukan oleh beberapa aspek dalam melaksanakan pekerjaan, dan untuk mencapai kinerja yang optimal hendaknya pengaruh dari faktor-faktor kompetensi diupayakan semaksimal mungkin sesuai dengan area pekerjaan yang dibebankan kepada seseorang. Oleh karena itu kompetensi dipandang sebagai karakteristik individu, sangat diperlukan untuk mencapai kinerja dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Suryana, (2006:5) memandang kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan individu yang langsung berpengaruh pada hasil, oleh karena itu wirausaha adalah orang yang selalu berorientasi pada hasil.
Komptensi dapat dikaitkan dengan kinerja dalam sebuah model alir sebab akibat yang menunjukkan bahwa tujuan, perangai, konsep diri, dan komptensi pengetahuan yang dibangkitkan oleh suatu keadaan, dapat memperkirakan pelaku-pelaku cakap, yang kemudian dapat memperkirakan kinerja. Komptensi mancakup niat, tindakan dan hasil akhir, seperti misalnya, motivasi untuk berprestasi, keinginan kuat untuk berbuat lebih baik dari ukuran baku yang berlaku, dan untuk mencapai hasil yang istimewa, menunjukkan kemugkinan adanya perilaku kewiraswastaan, penentuan tujuan, bertanggungjawab atas hasil akhir, dan pengambilan resiko yang diperhitungkan. Secara terinci model alir sebab akibat dari kaitan kompetensi dan kinerja, dapat diterangkan dalam gambar 2.1 sebagai berikut :


 






Gambar 2.1 : Hubungan antara Kompetensi dengan Kinerja
Sumber : Spencer and Spencer, 1993.
Dari model tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa, kompetensi digunakan untuk memprediksi kinerja dengan lebih baik. Hal ini didasarkan pada teori perilaku klasik yang menjelaskan sebab-akibat (kausalitas) antara intention, action, dan outcome, yang dinyatakan sebagai niat, tindakan, dan hasil untuk memodelkan kompetensi sebagai hubungan sebab akibat. Secara sadar tindakan seseorang berasal dari adanya keinginan atau niat (intent) untuk berbuat sesuatu yang dipicu dan dipengaruhi oleh motif dorongan, konsep diri dan unsur bawaan (perangai), serta pengetahuan deskriptif individu. Dengan demikian niat akan mendorong tindakan seseorang, dan tindakan yang dilakukan sesuai dengan tuntutan posisi atau pekerjaan/permasalahan atau tugas yang dihadapinya. Perilaku terampil ini pada akhirnya memberikan hasil kerja, yang sering kali digunakan sebagai ukuran kinerja dalam bekerja. Model di atas juga menjelaskan bahwa, kompetensi berada pada tingkatan niat (intent), dan tindakan (action), yang akhirnya akan memberikan hasil (outcome) di tempat kerja. Dengan kata lain segala niat dan tindakan yang tidak memberikan hasil, tidak dapat dikatagorikan sebagai kompetensi.
Kompetensi juga dapat menggambarkan sifat seseorang dengan cara menilai pengetahuan, keterampilan khusus yang dibutuhkan, pendidikan, pelatihan dan pengalaman. Spencer dan Spencer (1993), telah membagi kompetensi atas beberapa kelompok kompetensi yang paling umum untuk memprediksi suksesnya seseorang dalam pekerjaan. Kelompok-kelompok kompetensi tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1)      Achievement  and Action (pencapaian prestasi dan tindakan), yaitu;
a.       Inisiatif/proaktif (Initiative), adalah dorongan bertindak melebihi dari yang dibutuhkan atau yang dituntut oleh pekerjaan, melakukan sesuatu tanpa menunggu perintah dulu, yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan hasil pekerjaan atau untuk menghindari timbulnya suatu masalah, atau untuk menciptakan peluang-peluang baru.
2)      Helping and Human service (menolong dan melayani), kompetensi ini terdiri dari;
b.      Empati (Interpersonal Understanding), adalah kemampuan untuk mendengarkan dan memahami hal-hal yang tidak diungkapkan dengan perkataan, seperti dalam bentuk pemahaman atas perasaan, pemikiran dan keinginan orang lain.
c.       Kepedulian terhadap kepuasan pelanggan (Customer Service   Orientation), adalah keinginan untuk menolong atau melayani orang lain/ pelanggan dalam memenuhi keinginannya.
3)         Impact and Influence (dampak dan pengaruh), yaitu;
d.      Pengaruh Strategis (Strategic Impact), adalah tindakan membujuk, dan mempengaruhi orang lain sehingga mau mendukung renccana kerjanya.
4)      Managerial (manajerial), kompetensi ini terdiri dari;

e.       Mengembangkan orang lain (Developing Others), adalah keinginan untuk mengajarkan atau mendorong pengembangan atau proses belajar orang lain.
f.       Kemampuan mengarahkan (Directiveness), adalah kemampuan memerintah dan mengarahkan orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai posisi dan kewenangannya.
g.      Kerja kelompok dan kerja sama (Team Work), adalah keinginan untuk bekerja sama dengan orang lain atau menjadi anggota /bagian suatu kelompok.

5)      Cognitive (kognitif), kompetensi ini terdiri dari;
h.      Kemampuan menganalisis (Analiytical Thinking), adalah usaha untuk memahami situasi dengan cara memecahkannya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, atau mengambil implikasi suatu keadaan tahap dmi tahap berdasarkan pengalaman masa lalu.
i.        Kemampuan berfikir secara konseptual (Conceptual Thinking), adalah kemampuan memahami situasi atau masalah sebagai satu kesatuan.
j.        Keahlian teknikal/professional/manajerial (Expertise), adalah keahlian yang meliputi penguasaan yang berkaitan dengan pekerjaan dan termasuk motivasi untuk mengembangkan, menggunakan dan mendistribusikannya pada orang lain.
6)      Personal Effectiveness (efektivitas pribadi), kompetensi ini terdiri dari;
k.      Pengendalian diri (Self Control), adalah kemampuan untuk mengendalikan emosi diri agar terhindar dari perbuatan negative saat situasi tidak sesuai dengan harapan atau saat berada di bawah tekanan.
l.        Percaya diri (Self Confidence), adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuan dirinya sendiri, dalam melakukan pekerjaannya.
m.    Fleksibilitas (Flexibility), adalah kemampuan untuk beradaptasi dan bekerja secara efektif dalam berbagai situasi, orang atau kelompok.
n.      Visi/komitmen organisasi (Organizational Commitment), adalah kemampuan dan kemauan seseorang untuk menyesuaikan perilakunya dengan kebutuhan, priritas dan tujuan organisasi untuk bertindak dengan cara yang menunjang tujuan organisasi, atau memenuhi kebutuhan organisasi.

Sedangkan menurut Byham and Moyer, 2003 (dalam M. Ali Fitran, 2012), menjelaskan Kompetensi dapat mempengaruhi kinerja, digambarkan dalam sebuah model pendekatan perilaku sebagai merikut :



 





Gambar 2.2 : Behavioral Approach (Pendekatan Perilaku)
Lebih lanjut dijelaskan bahwa behavioral competency diartikan sebagai apa yang dikatakan atau dilakukan seseorang yang berakibat kepada kinerja yang baik atau buruk. Knowledge competency adalah apa yang diketahui seseorang mengenai fakta, teknologi, prosedur, jabatan, organisasi dan lain-lain, seperti misalnya; Ijazah dari sebuah lembaga pendidikan, lisensi, sertifikat dan sistem pengakuan serupa, sering digunakan sebagai tanda pengetahuan. Motivational competency dijelaskan bagaimana perasaan seseorang mengenai pekerjaan, organisasi atau lokasi geografi tempat yang bersangkutan bekerja.
Sejalan dengan pandangan di atas Mark Lancaster (2001), dalam websitenya http://www.schoonover.com/ResourceCentre/Q-A.html, menjelaskan bhwa, kompetensi adalah sebuah perilaku atau kumpulan dari perilaku-perilaku yang menggambarkan kinerja yang unggul di dalam suatu lingkup pekerjaan tertentu (www.library.binus.ac.id, diakses 2012). Dengan demikian maka model kompetensi  itu sendiri dapat diartikan sebagai sekumpulan dari faktor-faktor kesuksesan yang berisi perilaku-perilaku kunci yang dibutuhkan untuk menampilkan suatu kinerja yang unggul di suatu lingkup pekerjaan tertentu. Oleh karena itu kompetensi dapat mempengaruhi kinerja, karena kompetensi merupakan sebuah perilaku yang menggambarkan kinerja yang unggul di dalam suatu lingkup pekerjaan.
Kompetensi mempengaruhi kinerja juga diungkapkan oleh Gilley, Boughton dan Maycunich, 1999, dimana pada intinya kinerja dipengaruhi oleh kompetensi dari tiap individu yang ditentukan oleh pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia agar mencapai tingkat kinerja yang diinginkan.
2. Kompetensi Kewirausahaan
Keberadaan organisasi usaha saat ini, termasuk UKM dipandang perlu membangun struktur sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki secara profesional dan memiliki kompetensi kewirausahaan yang tinggi. SDM yang berkompetensi tinggi akan menjadi pusat keunggulan organisasi dan sekaligus sebagai pendukung daya saing organisasi dalam menghadapi perubahan lingkungan usaha dan kondisi sosial masyarakat yang mengalami perubahan secara cepat. Sebagaimana telah diungkapkan oleh I Wayan Dipa (2011), Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementrian Koperasi dan UKM Jakarta, yang  menyatakan bahwa tingkat kompetensi kewirausahaan di Indonesia masih sangat rendah, bila dibandingkan dengan di negara-negara lain, seperti di Amerika Serikat sekitar 11 %, di Singapura sekitar 7 %, sedangkan di Indonesia hanya 0,24 % saja yang memiliki kompetensi kewirausahaan dari sekitar 237,6 juta orang penduduk Indonesia. Padahal penguasaan kompetensi kewirausahaan memiliki peranan yang sangat penting dalam memajukan negara, karena kewirausahaan memiliki kekuatan yang diperlukan untuk menghasilkan kreativitas dan inovasi dalam upaya mencapai kehidupan masyarakat (Ishak Hasan, 2011).
Hal senada juga diungkapkan oleh Cunningham dalam Dewi Riyanti, (2003), yang dikutip oleh Ishak Hasan (2011), dinyatakan bahwa kompetensi kewirausahaan merupakan faktor penting dalam memajukan usaha. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitiannya, dimana faktor-faktor penyumbang paling dominan pada keberhasilan usaha meliputi; sifat kepribadian 49 %, kemampuan berhubungan dengan pelanggan sebesar 17 %, kemampuan memahami lingkungan bisnis 15 %, orientasi ke masa depan dan fleksiboilitas 11 %, kesadaran pribadi 4 %, dan faktor lain sebesar 4 %.
Memperhatikan pandangan di atas dapat dikatakan bahwa, untuk menjadi seorang wirausaha yang sukses harus memiliki kompetensi kewirausahaan. Untuk itu Michael Haris (2000), dalam Suryana, (2006;5), mengingatkan  bahwa; ”seorang wirausaha yang sukses pada umumnya adalah mereka yang memiliki kompetensi yaitu; memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kualitas individual yang meliputi; sikap, motivasi, nilai-nilai pribadi, serta tingkah laku yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan atau kegiatan”. Selanjutnya dijelaskan bahwa, pengetahuan saja tidaklah cukup bagi wirausaha, tetapi juga harus disertai dengan ketrampilan seperti; keterampilan manajerial, keterampilan konseptual, ketrampilan memahami, mengerti, berkomunikasi dan berelasi, keterampilan merumuskan masalah dan cara bertindak, keterampilan mengatur dan menggunakan waktu, serta keterampilan teknik lainnya secara spesifik.  Dijelaskan juga bahwa, hanya memiliki pengetahuan dan keterampilan tidaklah cukup, untuk itu seorang wirausaha juga harus memiliki sikap, motivasi, dan komitmen terhadap pekerjaan yang sedang dihadapinya.  
Dengan melihat pentingnya penguasaan kompetensi kewirausahaan bagi pengusaha UKM, maka kompetensi kewirausahaan memiliki arti sangat strategis dalam upaya menghasilkan peran dalam perekonomian dan pertumbuhannya sebagai suatu unit usaha. Untuk itu Ishak Hasan (2011), menyarankan bahwa, penguatan kompetensi kewirausahaan pada UKM harus segera dilakukan, yaitu dengan melibatkan para UKM dalam berbagai kegiatan seperti; 1) program pendidikan dan pelatihan, 2) program magang, 3) program pendampingan, dan 4) program katalisator (ikut berpartisipasi langsung pada UKM sebagai konsultan manajer, dan lain-lain). Pelibatan UKM pada berbagai program ini tentunya tidak cukup, namun yang paling penting adalah kemauan pengelola UKM itu sendiri dalam memperbaiki kinerjanya agar UKM dapat tumbuh sesuai dengan harapan.
Berdasarkan beberapa pandangan tersebut di atas, maka kajian tentang kompetensi kewirausahaan sangatlah menarik. Namun demikian sampai saat ini ketersediaan teori-teori dan hasil penelitian yang mengkaji tentang kompetensi kewirausahaan secara khusus masih sangat terbatas. Oleh karena itu dalam penelitian ini disajikan beberapa hasil penelitian dan dukungan teori tentang kompetensi kewirausahaan, seperti; dalam penelitiannya Baum (1995), dalam Zulkarnain (2009), telah menghasilkan proposisi penelitian, dimana indikator- indikator dari kompetensi kewirausahaan seperti; cognitif ability, technical skill,  organizations skill, opportunity skill, dan  industry experience, secara signifikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan usaha.
Sedangkan menurut Cusson (Yuyun Wirasamita, 1992), yang diadopsi oleh Ishak Hasan (2011), mengemukakan bahwa, indikator-indikator kompetensi kewirausahaan meliputi; 1) self knowledge (memiliki pengetahuan), 2) Imagination (memiliki daya khayal), 3) practical knowledge (pengetahuan praktik), 4) search skill (keahlian meneliti), 5) foresigght (memandang jauh ke depan), 6) computation skill (keahlian berhitung), 7) communication skill (keahlian berkomunikasi), menjadi sesuatu yang mutlak harus dimiliki oleh seorang wirausahawan yang sukses. Disamping kompetensi tersebut seorang wirausahawan juga harus memiliki sifat jujur, inovatif, keberanian dan tangkas dalam menghadapi risiko (Suryana, 2003, Ishak Hasan, 2011).
Hal senada juga diungkapkan oleh Chandler and Jansen (1992), Herron and Robinson (1990), dalam Zulkarnain (2009), telah melakukan studi tentang kompetensi kewirausahaan, yang mengembangkan kelompok keterampilan dan kemampuan yang sama dengan yang dijumpai dalam teori manajemen/ kepemimpinan, dimana ada dua keterampilan tambahan dimunculkan yaitu; 1) membaca peluang, dan 2) memanej diri sendiri. Studi didasarkan pada 9 urutan kompetensi kewirausahaan yaitu; knowledge, cognitif, ability, self management, administration, human resource, decision skill, leadership, opportunity recogqnition and opportunity development.
Berdasarkan pandangan para ahli tersebut di atas, bahwa kompetensi kewirausahaan baik secara umum maupun khusus, atau dari aspek individu dan korporat, maka kajian kompetensi kewirausahaan dalam penelitian ini akan dibatasi pada kompetensi kewirausahaan secara individual, yang dimiliki oleh para pemilik dan pengelola UKM, yaitu dengan dimensi-dimensi antara lain; 1) self knowledge (memiliki pengetahuan), 2) leadership (jiwa kepemimpinan), 3) communication skill (ketrampilan berkomunikasi), 4) human resource skill (keterampilan menyusun dan mengatur sumber daya manusia), dan 5) Inovatif, dimana dimensi-dimensi ini diadopsi dari Chandler and Jansen (1992), Cusson, dan Michael Haris (2000).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar